Sabtu, 11 Juni 2016

PERAN DAN KODE ETIK BIDAN

PERAN DAN KODE ETIK BIDAN
 Dasar penyusunan majelis pertimbangan etika profesi adalah majelis pembinaan dan pengawasan etik pelayanan medis (MP2EPM), yang meliputi:
1.      Kepmenkes RI no.554/Menkes/Per/XII/1982.
      Memberikan pertimbangan, pembinaan dan melaksanakan pengawasan terhadap semua profesi tenaga kesehatan dan sarana pelayanan medis.
2.      Peraturan pemerintah Ni.1 tahun 1988 Bab V pasal 11
                   Pembinaan dan pengawasan terhadap dokter, dokter gigi      dan tenaga kesehatan dalam menjalankan profesinya dilakukan oleh mentri kesehatan atau pejabat yang ditunjuk.
3.      Surat keputusan mentri kesehatan No,640/Menkes/Per/x/1991, tentang pembentukan MP2EPM
            Dasar  majelis disiplin tenaga kesehatan (MDTK) adalah  sebagai berikut:
1.      Pasal 4 ayat 1 uud 1945
2.      Undang undang No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan diganti dengan uu no 36 tahun 2009
3.      Keputusan presiden tahun 1995 tentang pembentukan MDTK
   Tugas majelis disiplin tenaga kesehatan (MDTK) adalah meneliti menentukan ada atau tidaknya kesalahan atau kelalaian dalam menerapkan stadar profesi yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan.
A.    Tugas dan Wewenag MP2EPM Wilayah Pusat

1.      Memberi pertimbangan tentang etik dan standar profesi tenaga kesehatan kepada menteri.
2.      Membina, mengembangkan dan mengawasi secara aktif pelaksanaan kode etik kedokteran gigi, perawat,bidan, sarjana farmasi dan rumah sakit.
3.      Menyelesaikan persoalan, menerima rujukan dan mengadakan konsultasi dengan instansi terkait
4.      MP2EPM pusat atas mentri yang berwenang mereka yang ditunjuk mengurus persoalan etik tenaga kesehatan.

B.    Tugas dan Wewenag  MP2EPM Wilayah Profinsi

1.      Menerima dan memberi pertimbangan, mengawasi persoalan kode etik , dan mengadakan konsultasi dengan instansi terkait dengan persoalan kode etik.
2.      Memberi nasehat, membina dan mengembangkan serta mengawasi secara aktif etik profesi tenaga kesehatan dalam wilayahnya bekejasama dengan organisasi profesi seperti IDI, PDGI, PPNI, IBI, ISFI, PRS2I.
3.      Memberi pertimbangan dan saran kepada instansi terkait.
4.      MP2EPM propinsi atas nama kepala kantor Wilayah Departemen Kesehatan Profinsi berwenang memanggil mereka yang bersangkutan dalam suatu etik profesi.

C.     Majelis Etika Profesi Bidan
      Pengertian majelis etika profesi adalah merupakan badan perlindungan hukum terhadap para bidan sehubungan dengan adanya tuntutan dari klien akibat pelayanan yang diberikan dan tidak melakukan indikasi penyimpangan hukum. Realisasi majelis etika profesi bidan adalah dalam bentuk majelis pertimbangan etika bidan (MPEB) dan majelis pembelaan anggota (MPA).
  Latar belakang dibentuknya majelis pertimbangan Etika Bidan atau MPEB adalah adanya unsur unsur pihak pihak terkait :
1.      Pemeriksaan pelayanan untuk pasien
2.      Sarana pelayanan kesehatan
3.      Tenaga pemberi, yaitu bidan.

              Pelaksanaan tugas bidan dibatasi oleh norma etiaka dan agama. Tetapi apabila ada kesalahan dan menimbulkan konflik etik maka diperlukan wadah untuk menentukan standar profesi,prosedur yang baku dan kode etik yang disepakati, maka perlu dibentuk majelis etika bidan, yaitu MPEB dan MPA.

             Tujuan dibentuknya majelis etika bidan adalah untuk memberikan  perlindungan yang seimbang dan objektif kepada bidan dan penerima pelayanan.







      Lingkup majelis etika kebidanan meliputi:

a.      Melakukan peningkatan fungsi pengetahuan sesuai standar profesi pelayanan bidan (Kepmenkes No.900/Menkes/SK/VII/Tahun 2002.
sekarang kepmenkes 369/Menkes/SK/III/2007
b.      Melakukan supervisi lapangan,termasuk tentang tehnis,dan pelaksanaan praktik,termasuk penyimpangan yang terjadi.apakan pelaksanaan praktik bidan sesuai dengan Standar Praktik Bidan,Standar Profesi dan Standar Pelayanan Kebidanan,juga batas-batas kewenangan bidan.
c.       Membuat pertimbangan bila terjadi kasus-kasus dalam praktik kebidanan.
d.      Melakukan pembinaan dan pelatihan tentang hukum kesehatan,khususnya yang berkaitan atau melandasi praktik bidan.

     Pengorganisasian Majelis Etik Kebidanan,adalah sebagai berikut:
a.      Majelis Etik Kebidanan merupakan lembaga organisasi yang mandiri,otonom dan nonstruktural.
b.      Majelis etik Kebidanan dibentuk ditingkat propinsi dan pusat.
c.       Majelis Etik Kebidanan pusat berkedudukan di Ibukota negara dan Majelis Etik Kebidanan propinsi berkedudukan di ibukota propinsi.
d.      Majelis Etik Kebidanan pusat dan propinsi dibantu oleh sekretaris.
e.      Jumlah anggota masing-masing terdiri dari lima orang.
f.        Masa bakti anggota Majelis Etik Kebidanan selama tiga tahun dan sesudahnya,jika berdasarkan evaluasi masih memenuhi ketentuan yang berlaku,maka anggota tersebut dapat dipilih kembali.
g.      Anggota Majelis Etik Kebidanan diangkat dan diberhentikan oleh Mentri Kesehatan.
h.      Sususunan organisasi Majelis Etik Kebidanan terdiri dari :
1.      Ketua dengan kualifikasi mempunyai kompetensi tambahan di bidang hukum.
2.      Sekretaris merangkap anggota.
3.      Anggota Majelis Etik Bidanan

     Tugas Majelis Etik kebidanan,adalah meliputi :
a.      Meneliti dan menentukan ada dan tidaknya kesalahan atau kelalaian dalam menetapkan standar profesi yang dilakukan oleh bidan.
b.      Penilaian didasarkan atas permintaan pejabat,pasien,dan keluarga yang dirugikan oleh pelayanan kebidanan.
c.       Permohonan secara tertulis dan disertai data-data.
d.      Keputusan tingkat propinsi bersifat final dan bisa konsul ke Majelis Etik Kebidanan pada tingkat pusat.
e.      Sidang Majelis Etik Kebidanan paling lambat tujuh hari,setelah diterima pengaduan. Pelaksanaan sidang menghadirkan dan minta keterangan dari bidan dan saksi-saksi.
f.        Keputusan paling lambat 60 hari,dan kemudian disampaikan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang.
g.      Biaya dibebankan pada anggaran pimpinan pusat IBI atau pimpinan daerah IBI di tingkat propinsi.


Dalam pelaksanaannya dilapangan sekarang ini bahwa organisasi profesi bidan IBI,telah melantik MPEB (Majelis Pertimbangan Etika Bidan) dan MPA (Majelis Pembelaan Anggota),namun dalam pelaksanaannya belum terealisasi dengan baik.

D.    Badan Konsil Kebidanan

Dalam organisasi profesi bidan Indonesia hingga saat ini belum terbentuk badan konsil kebidanan. Secara konseptual badan konsil merupakan badan yang dibentuk dalam rangka melindungi masyarakat penerima jasa pelayanan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Konsil kebidanan Indonesia merupakan lembaga otonom dan independen,bertanggung jawab kepada Presiden sebagai Kepala negara.

1.      Tugas badan konsil kebidanan

a.      Melakukan registrasi tenaga bidan.
b.      Menetapkan standar pendidikan bidan.
c.       Menapis dan merumuskan arah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
d.      Melakukan pembinaan terhadap pelanggaran praktik kebidanan.
Konsil kebidanan Indonesia berfungsi mengatur,menetapkan serta membina tenaga bidan yang menjalankan praktik kebidanan dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.
2.           Wewenang badan konsil kebidanan meliputi

a.      Menetapkan standar kopetensi bidan.
b.      Menguji persyaratan registrasi bidan.
c.       Menyetujui dan menolak permohonan pegistrasi.
d.      Menerbitkan dan mencabut sertifikat registrasi.
e.      Menetapkan tehnologi kebidanan yang dapat diterapkan di Indonesia.

f.        Melakukan pembinaan bidan mengenai pelaksanaan etika profesi yang di tetapkan organisasi profesi.
g.         Melakukan pencatatan bidan yang dikenakan sanksi oleh organisasi profesi.

3.     Keanggotaan konsil kebidanan
a.      Dari unsur Departemen Kesehatan 2 orang.
b.      Lembaga Konsumen 1 orang.
c.       Bidan 10 orang.
d.      Organisasi profesi terkait 4 orang.
e.      Ahli hukum 1 orang.

4.        Persyaratan anggota konsil
a.      Warga Negara Indonesia
b.      Sehat jasmani dan rohani.
c.       Berkelakuan baik.
d.      Usia sekurangnya 40 tahun.
e.      Pernah praktik kebidanan minimal 10 tahun.
f.        Memiliki moral etika yang tinggi.

5.      Keanggotaan konsil berhenti karena
a.      Berakhirmasa jabatan sebagai anggota.
b.      Meninggal dunia.
c.       Mengundurkan diri.
d.      Bertempat tinggal diluar wilayah Republik Indonesia.
e.      Gangguan kesehatan.
f.        Diberhentikan karna melanggar urutan konsil.

6.    Mekanisme tata kerja konsil:
a.      Memelihara dan menjaga registrasi bidan.
b.      Mengadakan rapat pleno,dikatakan sah bila dihadiri separuh tambah 1 unsur pimpinan harian.


c.       Rapat pleno memutuskan :
1)      Menolak permohonan registrasi
2)      Membentuk sub-sub komite dan anggota.
3)      Menetapkan peraturan dan kebijakan.
d.      Konsil kebidanan melakukan rapat pleno sekurang-kurangnya empat kali dalam setahun.
e.      Ketua konsil,wakil ketua konsil,ketua komite registrasi dan ketua komite peradilan profesi merupakan unsur pimpinan harian konsil.


E.     Badan Pertimbangan Kesehatan
Badan pertimbangan kesehatan merupakan badan independen, yang memiliki tugas, fungsi dan wewenang di bidang kesehatan, dan berkedudukan di pusat dan daerah, badan pertimbangan kesehatan pusat dinamakan badan pertimbangan kesehatan nasional selanjutnya disingkat BPKN berkedudukan di ibu kota Negara Repoblik Indonesia. sedangkan badan pertimbangan kesehatan daerah selanjutnya disingkat BPKD berkedudukan di profinsi kabupaten/kota. kedudukan BPKNdan BPKD ini berada sampai pada tingkat kecamatan.

peran, tugas dan wewenang
BPKN dan BPKD berperan membantu pemerintah dan masyarakat dalam bidang kesehatan sesuai dengan lingkup dan tugas masing masing, dengan tugas dan wewenang antara lain:
a.      menginventarisasi masalah melalui penelaahan terhadap berbagai informasi dan data yang relevan atau berpengaruh terhadap proses pembangunan kesehatan
b.      memberikan masukan kepada pemerintah tentang sasaran pembangunan kesehatan selama kurun waktu 5(lima) tahun
c.       menyusun strategi pencapaian dan prioritas kegiatan pembangunan kesehatan
d.      memberikan masukan kepada pemerintah dalam pengidentifikasian dan penggerakan sumber daya untuk pembangunan kesehatan
e.      melakukan advokasi tentang alokasi dan penggunaan dana dari semua sumber agar pemanfaatannya efektif, efesien dan sesuai dengan strategi yang ditetapkan
f.        memantau dan mengevaluasi pelaksanaan pembangunan kesehatan
g.      merumuskan dan mengusulkan tindakan korektif yang perlu dilakukan dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan yang menyimpang.

0 komentar:

Posting Komentar